Sabtu, 14 November 2015

Dari Arsitek untuk Lingkungan dan Kehidupan


Dewasa ini populasi yang semakin padat mengecilkan pula lahan-lahan semakin sempit dan sesak, hingga sering terlupakan areal terbuka untuk penghijauan dan penyerapan air. Khusus DKI Jakarta, setidaknya ditargetkan ruang terbuka hijau sebanyak 16%, sayangnya baru mampu terealisasikan saat 10% saja dari luas DKI. Padahal idealnya menurut beberapa pengamat, setidaknya, DKI membutuhkan 20-30% ruang terbuka hijau. Di sini lah, pentingnya peran manusia dalam penataan kota untuk menjaga lingkungan hidupnya. 
nature and modern architecture
all-free-download.com
Konsep green building—bangunan hijau sebenarnya telah dikenal sejak tahun 1960-1970an (sumber: Wikipedia: Green Building). Mulai tahun 1990-an lah negara-negara maju mulai marak mengampanyekan konsep bangunan hijau, di mana pemanasan global telah begitu kritis dan butuh perhatian lebih. Tapi, mari tidak bicara terlalu jauh soal pemanasan global, setidaknya, dengan konsep bangunan hijau ini banyak hal yang dapat dicapai untuk lingkungan kita. Yang ingin ditekankan di sini adalah peran pemerintah serta para pelaku pembangunan di Indonesia terhadap keramahan lingkungan.

Tidak ada salahnya kita belajar dari negara tetangga terdekat kita, Singapura. Sesungguhnya, awalnya, perdana menteri pertama Singapura, Law Yuan Kei, mengadopsi ruang terbuka hijau di kawasan Menteng ketika beliau masih tinggal di sana. Namun, sekarang malah Indonesia yang meninggalkan hal tersebut, sementara Singapura semakin melesat dengan menjual aspek kehijauan mereka pada turis yang datang ke negara mereka.

Ini tidak terlepas pula dari peran arsitek dalam pembangunan. Menurut Yu Sing Lim, seorang arsitek yang terkenal dengan keramahan lingkungan dengan anggaran rendah dalam pembangunannya, dengan semakin padatnya penduduk Jakarta membuat lahan dan tanah semakin tertutup perlu adanya penggagasan bangunan yang lebih ramah lingkungan. Lim selalu menyarankan kliennya untuk membuat bagian khusus untuk membuat area hijau tersendiri untuk tempat penyerapan air bahkan mengelola limbah di lahan sendiri, dengan cara memanen air hujan agar dapat digunakan kembali

architecture building environment
credit: all free download
“Saya masih ingin menjadi arsitek, namun saya juga tidak ingin adanya banjir lagi. Jadi, saya berkontribusi dalam memberikan solusi bangunan,” kata Lim. (sumber: NatGeo Indonesia)

Selain pembuatan area penyerapan air, pembangunan pun perlu memperhatikan konsep bangunan hijau lainnya, seperti mengurangi pemborosan energi, dengan efisiensi penggunaan energi salah satunya merencanakan jelas keluar-masuknya cahaya alami dari ventilasi dan jendela-jendela, kanopi tanaman dan pepohonan untuk meneduhkan penghuni sekaligus meredam panas, pengguaan serta perawatan gedung yang lebih ramah lingkungan, dan lain sebagainya. Kriteria-kriteria itu lah yang telah berhasil dianut oleh pergedungan di Singapura sana, menjadikan negara kecil tersebut empat derajat lebih sejuk dibandingkan Indonesia, terkhusus kota terdekatnya Batam, Kepulauan Riau.

Perlu adanya pendidikan lanjutan untuk para pelaku pembangunan agar lebih peduli pada konsep bangunan hijau ini, merubah mind set lah yang perlu ditekankan dalam pendidikannya. Sementara negara-negara lain berlomba-lomba dalam membuat bangunan-bangunan ramah lingkungan, jangan sampai negara kita tertinggal dari perlombaan tersebut. Ini pula lah yang lalu menjadi tantangan para arsitek negara kita, apakah mereka mampu berkreasi dengan berkonsep pada green building atau tidak.

Di luar perkara bangunan, konsep hijau juga meliputi pemberdayaan masyarakat sekitar yang dengan sendirinya berandil mengurangi emisi. Contohnya, dalam konteks green hotel, beberapa hotel di Yogyakarta memberdayakan tukang becak, petani, dan perajin suvenir.
Pengoperasian hotel juga bukan perkara bisnis semata. Para pengelola hotel dan warga sekitar perlu menjadi agen perubahan—mengubah mindset dengan menerapkan konsep hijau dalam kehidupan sehari-hari. (sumber: NatGeo Indonesia)

Bagaimana pun juga, menciptakan bumi yang sehat bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi seluruh lapisan masyarakat. Perlu adanya sinergisitas dan harmonisasi antara masyarakat dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Dengan lingkungan yang sehat pula akan meningkatkan pula produktivitas manusia, yang akan meningkatkan pula kualitas hidup masyarakat. Sudah seharusnya semua lapisan untuk turut andil dalam menyelamatkan bumi kita ini dari kondisi kritisnya saat ini. Dalam artikel ini terkhususkan untuk para arsitektur yang diberikan kelebihan dan pekerjaan untuk memaksimalkan konsep bangunan hijau ini.


architecture blue building
all-free-download.com

Sumber:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/11/arsitek-juga-terlibat-dalam-masalah-banjir
http://nationalgeographic.co.id/foto-lepas/tag/bangunan+hijau
http://www.kompasiana.com/christiesuharto/menuju-jakarta-30-rth-dari-yang-sekarang-11-saja-mungkinkah_54f8287aa33311315e8b462f
https://en.wikipedia.org/wiki/Green_Home
https://en.wikipedia.org/wiki/Green_building 
http://www.antaranews.com/berita/529252/jakarta-lakukan-bunuh-diri-ekologis

Artikel ini dibuat untuk tugas KPLI Modul 8. Mohon tidak copy-paste tanpa izin penulis.
Penulis: Annisa Hidayati P.
Y017-ANNISA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar